MEMBANGUN PERAN PENTING PENDIDIKAN TINGGI BAGI KEUNGGULAN DAN KEBERLANJUTAN INDUSTRI PERKEBUNAN INDONESIA

Kuliah Umum Fakultas Agroteknologi Unpri Oleh Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec.

Rabu, 04 Juni 2014 01:01:59 oleh Abdi Dharma | berita sebelumnya | berita selanjutnya

Rabu, 02 April 2014, Menteri Pertanian Republik Indonesia masa bakti 2000 - 2004, Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., mengatakan, dalam perkembangan mutakhir agribisnis sawit Indonesia dan strategi membangun agribisnis sawit berkelanjutan, diperlukan peran perguruan tinggi dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkemampuan 3T (Teknologi, Talent, Tolerance).

Hal tersebut disampaikannya dalam kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Agroteknologi Universitas Prima Indonesia (Unpri) dengan tema 'Membangun Peran Penting Pendidikan Tinggi Bagi Keunggulan dan Keberlanjutan Industri Perkebunan Indonesia', di Aula Rumah Sakit Royal Prima, Medan.

Kuliah umum tersebut turut dihadiri Pembina Unpri, dr. I Nyoman Ehrich Lister, M.Kes., AIFM, Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Unpri, Dr. Tommy Leonard, S.H., M.Kn., Rektor Unpri, Prof. dr. Djakobus Tarigan, AAI, DAAK, Dekan Fakultas Agroteknologi Unpri, Seno Aji, SPd, M.Eng., Prac., para wakil dekan, dosen dan mahasiswa/i Unpri.

Prof. Bungaran Saragih mengatakan, Indonesia saat ini menjadi produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar dunia, namun hal itu belum dilakukan secara berkelanjutan. Produksi CPO kita sebagian besar masih bersumber dari perluasan kebun, sedangkan sumbangan dari peningkatan produktivitas masih relatif kecil.

Oleh karena itu, katanya, Indonesia memerlukan strategi baru dalam mengembangkan sistem agribisnis minyak sawit ke depan di antaranya, huluisasi, yakni meningkatkan produktivitas perkebunan sawit secara total sebagai cara utama meningkatkan produksi CPO. Kemudian hilirisasi CPO, yaitu mengembangkan industri pengolahan CPO, sehingga menghasilkan produk akhir (final product), seperti biofuel, ethanol, oleo pangan, deterjen dan sabun, shampo, produk - produk komestika, produk - produk farmasi, dan lainnya.

Prof. Bungaran menyebutkan, untuk menentukan keberhasilan huluisasi dan hilirisasi maupun penerapan tata kelola sistem agribisnis minyak sawit berkelanjutan tersebut, adalah adanya SDM yang memiliki 3T (Teknologi atau Inovasi, Talent atau kemampuan berkreativitas, dan Tolerance yaitu keberagaman latar belakang SDM di antaranya sikap artikulatif terhadap berbagai ragam ide).

Menurutnya, dunia perguruan tinggi seperti Universitas Prima Indonesia merupakan tempat yang tepat untuk persemaian SDM yang memiliki kemampuan 3T. "Saya berharap Unpri melahirkan sarjana - sarjana yang 'Prima' dalam 3T dan memiliki keunggulan kreativitas, untuk melahirkan lompatan - lompatan perubahan lebih maju di masyarakat", harap Prof. Bungaran.

Sementara itu, Dekan Fakultas Agroteknologi Unpri, Seno Aji mengatakan, masih banyak industri perkebunan di Indonesia tidak unggul, bahkan untuk pembukaan lahan perkebunan dengan cara melakukan pembakaran, padahal setelah ditanam produksinya sangat rendah.

"Belum selesai pembakaran lahan, saat ini stake holder dunia menuntut bahwa industri perkebunan harus mematuhi konsep kelestarian. "Belum unggul, masalah keberlanjutan (sustainable) sudah muncul lagi. "Nah, siapa yang membantu mereka, kalau tidak kita dari perguruan tinggi", ujarnya.

Untuk itu, sesuai dengan tema kuliah umum, yakni 'Membangun Peran Penting Pendidikan Tinggi Bagi Keunggulan dan Keberlanjutan Industri Perkebunan Indonesia', Unpri memiliki peran penting membantu industri perkebunan dalam meningkatkan keunggulan produktifitasnya maupun keberlanjutannya, apalagi perguruan tinggi memiliki tiga program utama, yaitu tridarma perguruan tinggi, pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Sistem Agribisnis Sawit Indonesia Harus Berkelanjutan

Indonesia sebagai produsen crude palm oil (CPO) terbesar dunia patut disyukuri, namun hal tersebut belum berlangsung secara berkelanjutan (sustainable). Apalagi, lahan untuk perkebunan sawit saat ini semakin terbatas, sedangkan peningkatan produktivitas masih relatif kecil.

"Produksi CPO kita sampai saat ini sebagian besar masih bersumber dari perluasan kebun, sedangkan sumbangan dari peningkatan produktivitas masih relatif kecil. Peningkatan produksi CPO dari perluasan lahan mengandung risiko baik akibat perubahan iklim maupun potensi konflik agraria," kata Prof. Bungaran Saragih.

Selain itu, Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) ini mengatakan, ketergantungan CPO Indonesia pada pasar dunia juga sangat tinggi sehingga mudah dipermainkan pasar dunia dengan berbagai isu dan kebijakan negara - negara importir CPO, di antaranya kampanye anti sawit secara global.

"Oleh karena itu, Indonesia harus melangkah lebih maju lagi pada sistem agribisnis minyak kelapa sawit berkelanjutan, yakni bagaimana mempertahankan posisi sebagai produsen CPO terbesar dunia sekaligus merubah dari raja CPO menjadi raja produk hilir CPO dunia seperti oleo pangan, oleo kimia, biodiesel, pelumas dan surfaktan secara berkelanjutan pula," kata Prof. Bungaran Saragih.

Menurutnya, ada empat isu utama yang sedang dihadapi sistem agribisnis minyak sawit yang perlu diperhatikan, pertama, lahan untuk perluasan kebun sawit yang terbatas. Kedua, ketergantungan Indonesia di pasar CPO dunia masih sangat tinggi. Ketiga, nilai tambah minyak sawit yang masih sedikit dinikmati di dalam negeri. Keempat, tuntutan pasar global terhadap aspek kelestarian lingkungan dan gencarnya kampanye anti sawit secara global.

"Dengan keempat isu utama tersebut, Indonesia memerlukan strategi baru dalam mengembangkan sistem agribisnis minyak sawit ke depan yakni dengan huluisasi agribisnis minyak sawit dan hilirisasi CPO," kata Prof. Bungaran.

Dia menyebutkan, strategi huluisasi yaitu meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit secara total sebagai cara utama meningkatkan produksi CPO dengan luas lahan yang tetap. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki mutu benih, manajemen pemupukan dan perbaikan manajemen perkebunan kelapa sawit. Kemudian dengan hilirisasi, yaitu mengembangkan industri pengolahan CPO sendiri, sehingga dapat menghasilkan produk akhir seperti oleo pangan, oleo kimia, biodiesel, pelumas, deterjen, sabun, produk komestik, produk farmasi, dan lainnya.

"Huluisasi dan hilirisasi harus dilakukan melalui penerapan total quality management, penerapan asas - asas konservasi tanah, air dan ekosistem, good corporate governance, dan lain - lain sebagai satu sistem palm oil agribusiness sustainable (ISPO/RSPO). Kita harus pastikan bahwa setiap produk - produk dari sistem agribisnis minyak sawit, dihasilkan secara berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan", paparnya.

Prof. Bungaran mengatakan, hal yang sangat menentukan keberhasilan huluisasi, hilirisasi maupun penerapan tata kelola sistem agribisnis minyak sawit yang berkelanjutan adalah sumber daya manusia (SDM), mulai dari pada level pembuat kebijakan (pemerintah), pelaku dunia usaha, maupun para peneliti (ilmuwan). "Kualitas dari SDM pemerintah, pengusaha, dan ilmuwan sangat menentukan keunggulan bersaing dari suatu bangsa termasuk sistem agribisnis minyak sawit", pungkasnya.


Berita Seputar Agro Teknologi:

Berita Lain:

Berita Halaman Depan: